Habered – Papeda adalah makanan khas dari Papua dan Maluku yang dikenal karena teksturnya lengket seperti lem serta warnanya yang bening keputihan. Terbuat dari sagu, makanan ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat di wilayah timur Indonesia selama berabad-abad. Bagi masyarakat Papua, papeda bukan sekadar sumber karbohidrat, tetapi juga memiliki nilai budaya dan identitas lokal yang kuat.
Proses Pembuatan yang Tradisional
Untuk membuat papeda, tepung sagu dicampur dengan air panas sambil diaduk perlahan hingga berubah menjadi bubur kental dan bening. Proses ini tampak sederhana, tetapi memerlukan ketelatenan agar tidak menggumpal dan mencapai konsistensi yang tepat. Biasanya, papeda disajikan dalam keadaan panas dan disantap bersama berbagai lauk pauk.
“Simak Juga: Tradisi Lempar Bayi dari Kuil, Tradisi Ekstrem yang Masih Hidup di India”
Pendamping Lezat: Ikan Kuah Kuning
Papeda paling sering dinikmati dengan ikan kuah kuning, biasanya menggunakan ikan tongkol atau mubara yang dimasak dengan bumbu kunyit, serai, daun jeruk, dan cabai. Kuahnya yang hangat dan kaya rempah sangat cocok dengan rasa netral dari papeda. Selain itu, juga bisa disandingkan dengan sayur ganemo, daun melinjo muda yang ditumis dengan bunga pepaya dan bumbu-bumbu khas.
Nilai Gizi dan Manfaat
Sebagai sumber karbohidrat utama di kawasan timur Indonesia, papeda memiliki keunggulan karena bebas gluten dan rendah gula. Kandungan seratnya juga bermanfaat untuk pencernaan. Karena berasal dari sagu alami, makanan ini cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes sebagai alternatif nasi atau roti.
Pengalaman Menyantap Papeda
Salah satu hal yang membuat makanan ini unik adalah cara makannya. Teksturnya yang kenyal membuatnya tidak bisa disendok biasa. Biasanya, masyarakat menggunakan dua batang sumpit atau garpu untuk menggulungnya seperti lem lalu langsung dimasukkan ke piring.
Warisan Kuliner yang Harus Dilestarikan
Di tengah gempuran makanan modern, makanan ini tetap bertahan sebagai simbol kearifan lokal dan kekayaan kuliner Indonesia. Menjaga tradisi mengonsumsi papeda bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang merawat warisan budaya yang tak ternilai.
“Baca Juga: Mengapa Kesehatan Mental Lansia Harus Jadi Prioritas?”