Keindahan Tradisi: Tato Wajah Suku Chin di Myanmar
Habered – Di daerah pegunungan terpencil Myanmar bagian barat, suku Chin menyimpan tradisi budaya paling mencolok di dunia: tato wajah bagi perempuan. Selama berabad-abad, tradisi ini melambangkan identitas, kecantikan, sekaligus perlindungan. Anak perempuan suku Chin, biasanya berusia 12 hingga 14 tahun, harus menjalani proses menyakitkan ditato wajahnya dengan pola-pola rumit. Alat yang digunakan berupa duri atau jarum, dengan tinta alami dari jelaga dan ekstrak tumbuhan.
Motif tato bervariasi antar sub-suku Chin, sehingga wajah bertato juga menjadi penanda asal-usul desa atau klan seseorang. Dengan kata lain, tato wajah merupakan sidik jari budaya yang mengikat perempuan dengan leluhurnya.
Asal mula tradisi ini menyimpan kisah legenda dan alasan praktis. Salah satu cerita menyebutkan bahwa perempuan Chin begitu cantik hingga raja-raja Burma berusaha menculik mereka untuk dijadikan istri atau selir. Untuk melindungi anak-anak perempuan, keluarga mulai menato wajah mereka agar tampak kurang menarik bagi orang luar. Lambat laun, tato ini justru berubah menjadi simbol kehormatan dan kekuatan.
“Simak Juga: Tato Yakuza (Irezumi), Seni Tubuh Ekstrem dari Jepang”
Selain perlindungan, tato wajah juga dianggap lambang kecantikan dan kedewasaan. Bagi masyarakat Chin, wajah bertato menandakan bahwa seorang perempuan telah matang dan siap menjalani peran penting dalam komunitas.
Proses pembuatan tato wajah sangat menyiksa dan bisa berlangsung berjam-jam bahkan berhari-hari. Rasa sakit, pembengkakan, hingga luka parah sering dialami. Meski begitu, perempuan muda tetap menerima proses ini sebagai ritus peralihan menuju kedewasaan.
Pada pertengahan abad ke-20, pemerintah Myanmar melarang tradisi tato wajah dengan alasan dianggap kuno dan berbahaya. Modernisasi membuat generasi muda meninggalkan praktik ini. Kini, hanya perempuan lanjut usia di desa-desa Chin yang masih menyandang tato wajah, menjadi saksi hidup dari warisan budaya yang hampir punah.
Banyak wisatawan yang berkunjung ke wilayah Chin untuk bertemu dengan para perempuan ini. Antropolog dan pemerhati budaya pun mulai mendokumentasikan kisah mereka agar tradisi ini tidak hilang begitu saja.
Meski tidak lagi dipraktikkan secara luas, tato wajah suku Chin tetap menjadi simbol ketangguhan dan identitas. Tanda di wajah mereka bukan sekadar ornamen, tetapi kisah tentang keberanian melawan tekanan luar dan cara unik mendefinisikan kecantikan.
Kini, perempuan bertato wajah dari suku Chin dipandang sebagai jembatan antara masa lalu dan masa kini. Wajah mereka yang terukir tak hanya memancarkan keanggunan tradisi, tetapi juga memastikan bahwa warisan budaya luar biasa ini akan terus dikenang dunia.
“Baca Juga: Papua Barat Darurat Kusta, Desakan Bentuk Tim Investigasi Menguat”
Informasi ini bersumber dari jawapos. Di daerah pegunungan terpencil Myanmar bagian barat, suku Chin menyimpan tradisi budaya paling mencolok di dunia: tato wajah bagi perempuan. Simak ulasan lengkapnya di Habered.
|Penulis: Lukman Azhari
|Editor: Anna Hidayat
This website uses cookies.