Pemakaman Es di Kutub Utara: Tradisi Unik dari Tanah Beku
Habered – Pemakaman es menjadi tradisi unik di kawasan Kutub Utara, lahir dari tantangan alam yang ekstrem dan tanah membeku hampir sepanjang tahun. Bagi masyarakat pribumi Arktik, seperti Inuit dan kelompok lain di Greenland maupun Alaska, permafrost atau lapisan tanah beku permanen membuat penguburan konvensional hampir mustahil dilakukan. Karena itulah, mereka menemukan cara berbeda untuk menghormati jenazah melalui tradisi ini.
Alih-alih dikubur di dalam tanah, jenazah sering kali diletakkan di atas es, laut, atau bahkan ditutupi tumpukan batu (cairn). Tradisi ini diyakini sebagai cara untuk “mengembalikan” orang yang meninggal ke alam, menyatu dengan lingkungan yang selama hidup telah menopang mereka. Laut dianggap sebagai sumber kehidupan utama, sehingga mengembalikan tubuh ke laut memiliki makna spiritual yang mendalam.
“Baca Juga: Sokushinbutsu, Tradisi Mumi Hidup dari Jepang”
Bagi masyarakat Inuit, kematian bukanlah akhir, melainkan bagian dari siklus alam. Tubuh yang diletakkan di es atau laut akan perlahan menyatu kembali dengan bumi, memberi makan hewan laut, atau larut bersama arus. Filosofi ini memperlihatkan kedekatan mereka dengan lingkungan yang keras, namun tetap mereka hormati. Tradisi ini juga mencerminkan keyakinan bahwa manusia hanyalah bagian kecil dari ekosistem luas di Arktik.
Meski pemakaman es masih dikenal, praktik ini tidak lagi umum dilakukan secara terbuka. Banyak komunitas di Kutub Utara kini menggunakan fasilitas modern, seperti krematorium atau kuburan dengan teknologi khusus untuk menembus tanah beku. Namun, nilai simbolis pemakaman es tetap hidup dalam cerita, legenda, dan tradisi lisan.
Pemakaman es adalah bukti nyata bagaimana manusia mampu beradaptasi dengan lingkungan ekstrem. Apa yang bagi orang luar mungkin terlihat aneh atau ekstrem, bagi masyarakat Arktik justru merupakan bentuk penghormatan penuh makna kepada leluhur mereka. Di balik kesederhanaannya, pemakaman es menyimpan pesan mendalam: hidup, mati, dan alam saling terhubung dalam keseimbangan abadi.
“Simak Juga: Kaya Mendadak? Begini Cara Otak Merespons Menurut Peneliti MIT”
This website uses cookies.