Menguak 5 Tradisi Dewa Matahari, Ritualnya Pernah Melibatkan Manusia sebagai Korban
Habered – Sejak zaman kuno, hampir setiap bangsa memiliki dewa atau dewi matahari yang diyakini sebagai sumber kehidupan. Sang dewa dipuja karena dianggap membawa cahaya, energi, serta aspek kebaikan lainnya.
Atas dasar itu, berbagai komunitas melaksanakan perayaan khusus untuk menghormati dewa matahari. Tradisi penuh sukacita ini bahkan masih bisa ditemui hingga era modern.
Berikut lima tradisi perayaan dewa matahari dari India, Jepang, Yunani, Aztec, dan Inca yang sarat makna budaya.
Panquetzaliztli adalah perayaan kelahiran dewa matahari sekaligus dewa perang, Huitzilopochtli. Festival ini dilaksanakan setiap Desember oleh bangsa Aztec.
Huitzilopochtli kerap digambarkan mengenakan perhiasan bulu burung kolibri. Dalam upacara, tawanan perang dijadikan tumbal dengan jantung dicabut sebagai persembahan. Masyarakat percaya ritual ini memberi perlindungan serta memastikan keberlangsungan hidup mereka.
“Baca Juga: Fenek, Kelezatan Rabbit Stew, Hidangan Nasional Malta”
Di Jepang, Dewi Amaterasu dihormati lewat festival panen bernama Kannamesai. Tradisi ini dipusatkan di Kuil Agung Ise, tempat utusan kekaisaran membacakan doa dan mempersembahkan beras.
Rangkaian acara meliputi tarian kagura, upacara pemujaan jarak jauh (yohai), hingga ritual penghormatan leluhur kekaisaran (shinsai no gi). Festival ini menegaskan keyakinan bahwa garis keturunan kaisar berasal langsung dari Dewi Amaterasu.
Ratha Saptami adalah festival Hindu yang memperingati kelahiran Dewa Surya, pelindung kesehatan dan energi. Biasanya berlangsung pada Februari atau Maret di kuil-kuil besar, terutama di Srikakulam.
Pemeluk Hindu berendam di sungai, berpuasa, serta berdoa agar terhindar dari dosa. Perayaan ini juga menandai awal musim panen, dengan keyakinan bahwa sinar Surya membawa kesejahteraan dan hasil bumi berlimpah.
Bangsa Inca merayakan Inti Raymi pada titik balik matahari musim dingin, sekitar Juni. Ribuan orang berkumpul di Haycapta dengan arak-arakan emas dan tarian suci.
Perayaan ini berlangsung dari fajar hingga senja, dilengkapi dengan musik, daun koka, dan minuman chicha. Hingga kini, sekitar 800 penampil masih memeriahkan festival di kuil Q’oricancha, menjadikannya atraksi budaya yang megah.
Heliogenna, festival musim dingin bangsa Yunani, dipersembahkan untuk Dewa Helios. Pada malam pertama, delapan lilin dinyalakan saat matahari terbenam, sedangkan malam berikutnya dibiarkan gelap sebagai simbol siklus alam.
Warga Yunani mempersembahkan roti, hewan ternak, serta menyalakan obor di kuil. Festival ini dipenuhi nyanyian dan tarian yang melambangkan rasa syukur atas hasil panen. Helios sendiri digambarkan sebagai pengendara kereta matahari yang melintasi langit setiap hari.
Dari tumbal manusia Aztec hingga tarian megah Inca, semua tradisi ini mencerminkan betapa pentingnya matahari dalam kehidupan. Dewa Surya, Inti, Helios, Amaterasu, hingga Huitzilopochtli dipandang sebagai simbol energi, kesuburan, dan perlindungan yang tiada tergantikan.
“Simak Juga: Cara Aman Lindungi Mata saat Terpapar Lampu Strobo Tot Tot Wut Wut”
Informasi ini bersumber dari IDNTimes. Sejak zaman kuno, hampir setiap bangsa memiliki dewa atau dewi matahari yang diyakini sebagai sumber kehidupan. Simak ulasan lengkapnya di Habered.
|Penulis: Lukman Azhari
|Editor: Anna Hidayat
This website uses cookies.