Habered – Kumbh Mela, festival agama terbesar di dunia yang diselenggarakan setiap 12 tahun sekali. Kini menjadi ajang perdebatan dan ketegangan antaragama di India. Festival ini, yang diadakan di Prayagraj, India Utara. Menarik jutaan peziarah Hindu untuk berendam di pertemuan tiga sungai suci, yakni Gangga, Yamuna, dan Sarasvati. Selama lebih dari 30 tahun, Mohammed Mehmood, seorang pedagang Muslim. Telah bekerja sebagai tukang listrik untuk mendirikan tenda bagi para petapa Hindu di festival tersebut. Meski ia seorang Muslim, para petapa Hindu memberinya tempat untuk berdoa dan berinteraksi dengan mereka. Suatu bentuk toleransi yang telah berlangsung lama.
Namun, menjelang festival Kumbh Mela tahun ini, ketegangan muncul setelah Akhil Bharatiya Akhara Parishad. Badan yang mengatur 13 ordo monastik Hindu, mengumumkan larangan terhadap pedagang dan orang-orang non-Sanatani (mereka yang tidak mengikuti agama Hindu ortodoks) untuk berpartisipasi dalam festival. Keputusan ini dibuat setelah beredarnya video yang menuduh kelompok Muslim mencemari makanan suci Hindu dengan air seni dan ludah. Menurut Ravinder Puri, ketua Akhil Bharatiya Akhara Parishad. Tindakan tersebut merusak praktik keagamaan Hindu dan mereka bertekad untuk melindungi kesucian festival tersebut.
Tindakan ini juga beriringan dengan kekhawatiran tentang meningkatnya serangan terhadap kuil-kuil Hindu di seluruh India. Yang menurut Puri semakin membangkitkan kesadaran di kalangan umat Hindu untuk melindungi tempat-tempat suci mereka. Selama berabad-abad, Kumbh Mela telah menjadi tempat pertemuan berbagai agama dan budaya. Dengan umat Hindu, Muslim, Sikh, Jain, dan lainnya saling berinteraksi dan berbagi dalam ritual keagamaan mereka. Namun, keputusan terbaru ini menunjukkan pergeseran dalam sikap terhadap keberagaman tersebut.
Baca Juga : Obama Serukan Pentingnya Pluralisme dalam Membangun Masyarakat yang Damai
Prabhunand Giri Maharaj, seorang pemimpin ordo Juna, menyatakan bahwa meskipun umat Buddha, Sikh. Jain masih diizinkan untuk mendirikan kios di festival, pedagang Muslim tidak akan diterima. Hal ini berkaitan dengan keyakinan mereka bahwa festival tersebut harus dijaga dari praktik yang tidak sesuai dengan ajaran Hindu. Seperti penyembelihan sapi, yang dilarang dalam agama Hindu.
Meski begitu, sejumlah aktivis dan pemimpin agama lainnya, seperti Shujaat Ali Quadri, ketua Organisasi Mahasiswa Muslim di Delhi, menilai bahwa keputusan ini bertentangan dengan tradisi India yang multikultural. Ia mengingatkan bahwa Kumbh Mela selama ini selalu menjadi tempat pertemuan berbagai komunitas, dan tindakan ini hanya akan memperdalam perpecahan antaragama. Sementara itu, Maulana Mufti Shahabuddin Razvi Barelvi dari All India Muslim Jamaat menambahkan bahwa ziarah keagamaan seharusnya mengedepankan perdamaian dan persatuan, bukan kebencian antar umat beragama.
Bukan hanya pedagang yang terdampak, tetapi juga para pemimpin agama Hindu yang semakin mendekatkan diri kepada pemerintah India, yang dipimpin oleh partai nasionalis Hindu BJP. Mereka berharap pemerintah akan mendukung larangan terhadap umat non-Hindu di Kumbh Mela dan memberlakukan kebijakan yang lebih ketat terhadap mereka. Pada bulan Oktober lalu, pemerintah Uttar Pradesh mengumumkan larangan penjualan daging dan minuman keras di festival ini dengan alasan menghormati sentimen umat Hindu.
Beberapa politisi nasionalis Hindu, seperti Manav Mahajan dari BJP, menyatakan bahwa Kumbh Mela adalah ritual suci yang tidak boleh diganggu oleh praktik keagamaan yang dianggap bertentangan. Ia menyamakan larangan ini dengan larangan bagi umat non-Muslim untuk melaksanakan ibadah haji, yang merupakan ritual Islam.
Namun, larangan ini dapat memperburuk ketegangan sosial yang sudah ada, dengan semakin memperlebar jarak antara umat Hindu dan Muslim. Ketika umat Hindu sering kali turut serta dalam festival Sufi yang diadakan oleh umat Muslim, tindakan meminggirkan pedagang Muslim di Kumbh Mela justru dianggap sebagai langkah mundur dalam menjaga tradisi persatuan dan kerukunan antaragama di India.
Perayaan Kumbh Mela, yang telah ada selama lebih dari seribu tahun. Merupakan perayaan yang seharusnya menjadi simbol kebersamaan umat manusia dari berbagai latar belakang agama dan budaya. Jika larangan terhadap umat Muslim terus diberlakukan, ada kekhawatiran bahwa festival yang diharapkan dapat menyatukan umat manusia ini justru akan semakin memecah belah masyarakat India.
Simak Juga : Revolusi Suriah: Kejatuhan Assad dan Tantangan Transisi yang Berat